Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puisi: Tentang Hujan

puisi tentang hujan

Hujan

Oleh Agista Rahma Ditha

*
Perkara kedamaian dan kesakitan yang menyatu.
Aku diam terbisu muram dibilik kamar.
Dinding yang dingin beserta atap yang mengata-ngatai semua kenangan.
Aroma pada air hujan yang ku hirup adalah terapi jiwa
untuk batin yang sedang berduka lara.
Miris, gerimis dan gemuruh berpadu menjadi satu kesatuan.
Keserasian yang menjiwai seluruh dimensi waktu.
Aku hanya ingin berdamai.
Dengan jiwaku sendiri.

**
Ada masa yang terlalu berasa.
Hati yang bergemuruh telah terlampau menjauh
dengan asa-asa kepalsuan.
Berjarak dengan harapan yang kusudahi sejak sedari lama.
Namun, ingatan itu terkuak sore ini.
Begitu nista, 
nestapa dalam duka yang menyayati bagian ulu hatiku.
Ingin rasanya ku belah dadamu,
Agar Aku mengerti.

Masih adakah Aku dihatimu.

***
Seperti sewindu.
Rindu ini membeku diatas permukaan atap genting.
Lama sekali.
Menanti kabar yang tak kunjung tiba dipematang petang hariku kini.
Hujan menjadi melodi dan nyanyian pengisi untuk menantimu.
Kau tak peduli ?
Aku rasa aku pun tak peduli jika kau mengacuhkan Aku.
Aku hanya sedang menikmati aroma tanah yang dijatuhi hujan.
Memberikan relaksasi kepada jiwa 
yang sudah hampir rapuh ditinggali pemiliknya.
Terimakasih hujan, kau sudah menemani.

****
Kepada Hujan aku bermaksud menutupi ratapan kesedihan.
Aku yang takut akan kilatnya keresahan diatas awan
Pada masa masa yang suram dipenghujung senja.
Aku yang hanya seonggok manusia, 
yang binasa dengan segala kebencian.
Aku ditampar oleh dunia yang dioloki manusia lain.
Dusta, jika aku tak bersedih disaat hujan.

*****
Gemas dengan hujan yang menjelma tabu 
di dalam khayal pikirku.
Kuredam segala kebisingan yang mengganggu
Dimensi dunia sepiku.
Aku dan hujan buyar dalam satu waktu.
Berdetak dalam detik yang kupunya
Bersorak dengan damai dalam kata
Aku dan kamu yang terhenti dikala tangis dan duka.

Posting Komentar untuk "Puisi: Tentang Hujan"