Sajak Tentang Ibu Dalam Buku Max Havelaar
Ibu, jauh memang tempat ku lahir,
Negeri tempat kulihat cahaya mentari,
Airmataku berlinang pertama kali,
Kau besarkan aku dalam bimbingan;
Jiwa sang anak kau isi dan kau pimpin
Penuh kasih sayang seorang ibu
Setia kau mendampingiku
Kau angkat jika ku jatuh; –
Nasib kejam memutus hubungan kita
Tapi hanya lahirnya saja…
Sendiri aku berdiri di pantai asing
Seorang diri,… dan Tuhan…
Namun, ibu, apapun menggelisahkan hati,
Yang menyenangkan maupun menyedihkan
Janganlah ragu cintanya beta
Cinta puteramu di dalam hati!
Belum ada empat tahun yang silam
Aku berdiri penghabisan kali nun di sana
Tanpa kata di tepi pantai
Menatap jauh ke masa depan;
Kubayangkan segala yang indah
Yang menunggu di masa depan,
Kelecehkan masa kini dengan berani
Kuciptakan surga firdausi;
Hatiku tak gentar menempuh jalan
Melanda segala hambatan,
Yang melintang di depan mata,
Ku rasa dunia bahagia semata…
Tapi masa itu, sejak pertemuan penghabisan kali
Betapa cepat hilang menjauh,
Seperti kilat tidak terperi.
Seperti bayangan melintas lalu…
Namun alangkah dalam, alangkah dalam
Bekasnya yang tinggal!
Aku merasa girang dan sedih sekali datang,
Aku berpikir, dan aku berjuang,
Aku bersorak, dan aku mendoa…
Ku rasa berabad-abad menghilang lalu!
Aku mengejar kebahagiaan hidup,
Aku menemukan dan aku kehilangan,
Masa kanak kujalani cepat
Bertahun-tahun rasa sesaat…
Namun percayalah bundaku sayang
Demi langit yang melihat kita
Percayalah ibu percayalah…
Puteramu tidak melupakanmu!
Aku cintakan seorang gadis. Seluruh
Hidup ku rasa indah karena cintaku;
Ku lihat dirinya laksana mahkota
Ganjaran akhir cita-citaku
Yang diberikan Tuhan sebagai tujuan; –
Bahagia menerima karunia
Yang ditentukannya untuk diriku
Yang dikaruniakannya kepadaku
Akupun bersyukur dengan airmata berlinang…
Cinta dan agama adalah satu.
Dan jiwaku bahagia membubung tinggi
Mengucap syukur kepada Yang Mahatinggi
Mengucap syukur dan mendoa untuknya sendiri…
Susah hatiku karena cintaku,
Hatiku resah gelisah,
Tiada tertahan rasanya dukacitaku
Mengiris melukai hatiku lemah;
Hanya takut dan derita yang ku dapat
Bukannya nikmat yang ku harap,
Selamat bahagia yang ku cari,
Racun dan petaka datang mendekat…
Aku senang dalam derita tanpa kata!
Aku tabah penuh pengharapan; –
Untung malang menambah gairahku,…
Untuknya biar ku pikul beban derita!
Tiada ku hirau pukulan malapetaka,
Sukacita aku dalam dukacitaku,
Aku rela, aku rela memikul segala…
Asalkan nasib jangan merenggutnya dari padaku!
Gambaran wajahnya, yang terindah bagiku di atas bumi,
Ku bawa di dalam hati,
Laksana barang tiada bernilai,
Ku simpan setia dalam hatiku!
Tiba-tiba asing ia bagiku!
Walau cintaku bertahan
Sampai tarikan nafas penghabisan
Akhirnya mengembalikannya padaku
Di tanah air nan lebih indah,…
Aku mulai mencintainya!
Apakah cinta yang baru mulai,
Dibanding cinta bersama hidup
Dimasukkan Tuhan dalam hati si anak,
Sebelum pandai ia bicara?...
Tatkala ia di dada ibunya,
Baru saja meninggalkan kandungan,
Menemukan susu pertama pemuas dahaga,
Cahaya pertama di mata Bunda?...
Tidak, tiada ikatan yang lebih erat
Lebih kuat memadu hati.
Dari ikatan Tuhan ciptakan
Antara si anak dan hati ibunda!
Dan hati yang begitu terpaut
Pada keindahan sesaat berkilau;
Yang memberiku duri semata,
Dia tiada menjalin satupun kembang,…
Apakah hati itu, hati itu juga
Lupakan kesetiaan hati ibunda; –
Dan cinta wanita
Yang menerima dalam hatinya gundah
Teriakanku pertama sebagai bayi, –
Yang membujuk daku jika menangis,
Mencium kering airmata dari pipiku,…
Yang memberi ku makan dengan darahnya?...
Bunda janganlah percaya,
Demi Tuhan yang melihat kita.
Bunda janganlah percaya,
Tidak, anakmu tiadalah lupa!
Di sini aku jauh dari kehidupan
Yang di sana penuh kemanisan dan keindahan;
Kenikmatan masa pertama
Sering dipuji dan disanjung tinggi,
Di sini bukan bagianku
Di tempatku yang sepi dan suram, –
Curam dan penuh duri jalanku,
Untung malang menekan jiwaku,
Beban ku pikul memberat pundakku
Dan menghimpit hatiku; –
Biarlah airmataku menjadi saksi
Bila kepalaku terkulai pilu
Di saat-saat tanpa harapan
Di tengah alam yang luas;…
Sering bila harapan tiada lagi,
Hampir-hampir lepaslah keluhan:
“Tuhan, berilah daku di alam barzah,
“Apa yang di dunia tidak kau berikan! –
“Tuhan, berilah daku di dunia sana,
“Bila maut menyentuh bibirku, –
“Tuhan, berilah daku di dunia sana
“Apa yang di sini tidak ku kecap …
ketenangan!”
Tapi, terbenam dalam bibirku,
Doaku tak sampai kepada Tuhan,…
Memang aku berlutut, –
Memang keluhan lepas dari bibirku, –
Tapi ucapanku: “Jangan dulu, ya Tuhan
“Kembalikan dulu ibuku padaku!”
MasyaAllah...
BalasHapus