Penerapan Skema Penta Helix Agar Bungbulang Gak Gini-Gini Aja
Kembalikan.org - Di antara wilayah Kecamatan lain di Kabupaten Garut, Bungbulang adalah salah satu, jika
bukan satu-satunya, wilayah Kecamatan dengan intensitas aktivisme paling tinggi,
utamanya yang dimotori oleh kaum muda.
Indikasi atas hal ini dapat dilihat dari
jumlah organisasi maupun komunitas yang ada, mulai dari yang bergelut di bidang
pemberdayaan ekonomi, kepecinta-alaman, literasi, otomotif hingga
yang sekedar kumpul-ngopi saja.
Berdasarkan
data yang dihimpun oleh Pengurus Kecamatan Komite Nasional Pemuda Indonesia (PK
KNPI) Bungbulang, kini ada lebih dari 50-an organisasi kepemudaan di Kecamatan Bungbulang,
yang beberapa di antaranya, beranggotakan lebih dari 100 orang. Jumlah
tersebut, bagi sebuah wilayah dengan total penduduk sekitar 62.000 jiwa,
termasuk tinggi.
Namun
demikian, di balik tingginya intensitas aktivisme tersebut, hingga kini masih
banyak pekerjaan rumah yang belum
selesai. Sekedar contoh, sebut saja krisis air yang dialami hampir oleh seluruh
desa di tiap musim kemarau.
Atas
hal ini, tak sedikit pihak yang mencemooh, bahwa di balik jumlahnya yang
membludak, pemuda-pemudi Bungbulang ternyata ‘tak ada apa-apanya’. Dan saya,
sebagai pemuda tulen, yang belum menikah meski pernah digosipkan menjalin cinta
dengan perempuan berusia 40 tahunan, dengan demikian juga terkena imbasnya.
Meski
dengan penuh lapang dada telah berusaha memaafkan, namun hingga kini, semburan
cemooh itu masih menjadi salah satu item penyebab galau. Dan oleh
karenanya, melalui tulisan ini, saya hendak membela diri.

Bapak-Ibu
se-Bungbulang Raya, perlu Bapak-Ibu pahami bahwa menyalahkan pemuda/i Bungbulang
saja atas belum usainya beragam persoalan kemasyarakatan adalah suatu sikap
naif. Sebab kami-kami yang masih unyu ini, sungguh tidak pernah menerima sepeser pun tunjangan
atas segala upaya yang layak ditempuh guna memajukan kampung halaman. Dan karenanya, apa hak Anda menagih-nagih kayak tukang kredit aja?
Lagi
pula, dalam rumusannya, pemuda/i yang terkumpul dalam beragam komunitas
dan/atau organisasi, hanyalah salah satu dari 5 (lima) aktor terbesar. Inget ya
ini. Saya tulis besar-besar agar tidak lupa. SATU DARI LIMA AKTOR yang ikut
andil sebagai penentu atas maju-mundur-cantiknya suatu bangsa.
Nah,
apa sajakah kelima aktor tersebut? Mari saya jelaskan.
Dalam diskursus/pembahasan mengenai pembangunan di era kekinian, ramai
diperbincangkan pentingnya sinergi dan kolaborasi dengan skema Penta Helix, kelanjutan dari Triple Helix dan Quadruple Helix

Secara etimologis, Penta artinya Lima
dan Helix artinya Lingkaran Spiral.
Dalam kerangka terminologis, hal itu berarti lima aktor yang saling terkait, yang
jika bisa berjalan beriringan, maka percepatan laju pembangunan menjadi
dimungkinkan, sehingga peningkatan kualitas kehidupan bisa dihasilkan.
Baca juga: Profil Singkat Kecamatan Bungbulang
Adapun
kelima aktor tersebut adalah :
1. Academia/Perguruan Tinggi
Dalam skema Penta Helix, Perguruan Tinggi berfungsi memberikan
kerangka akademik serta beragam inovasi teknologi guna menjawab persoalan
kemasyarakatan.
Misalnya, ketika krisis air rutin terjadi di musim kemarau
serta longsor dan banjir rutin terjadi di musim penghujan, maka Perguruan
Tinggi wajib memberikan rekomendasi atas sejumlah hal yang terdiri dari,
misalnya, pemetaan area hutan sesuai tingkat kerusakan tertentu, jenis-jenis
tumbuhan yang cocok bagi upaya rehabilitasi lahan, rencana tata ruang bagi pola
pemukiman yang adaptif terhadap ancaman kebencanaan, hingga hal-hal teknis
perihal pembuatan Lubang Biopori serta Teknologi Sumur Resapan.
Alih-alih hanya menjadi produsen ijazah, dalam skema Penta
Helix, Perguruan Tinggi diharapkan mampu mengintegrasikan dirinya dengan
masyarakat, dan tidak membiarkan Civitas Academika-nya sekedar hidup di menara gading, dalam arti sibuk dengan
sejumlah penelitian, sekedar untuk memenuhi tuntutan syarat meraih gelar
kesarjanaan, atau magister serta doktoral.
Pendek kata, dalam perspektif Penta Helix, meminjam ucapan
Soekarno, ilmu pengetahuan hanyalah berharga apabila dipergunakan bagi kemajuan
bangsa.
Baca juga : Haji Hasan dan Visi Bungbulang Masa Depan
2. Bussiness/Kalangan Bisnis
Dalam skema Penta Helix, kalangan bisnis diharapkan mampu
ikut serta dalam beragam upaya pembangunan, baik dengan cara menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR)
untuk program-program tertentu yang menjadi prioritas pembangunan, maupun dengan
mewujudkan komitmen atas Good Coorporate
Governance (Tata Kelola Usaha yang
Baik) yang salah satunya diwujudkan dengan tidak melibatkan diri dalam praktik
bisnis yang berlawanan dengan kebaikan bagi banyak orang, baik yang secara
tegas dilarang oleh hukum maupun yang dipandang tak baik secara etis.
Sebagai contoh, karena penggunaan produk dari perusahaan A memiliki
andil atas peningkatan produksi sampah bagi suatu wilayah, maka perusahaan A
kemudian menghibahkan beberapa mesin pengolah sampah sebagai bagian dari
program CSR-nya.
Atau, meski tidak menyalurkan CSR untuk persoalan sampah
tersebut, maka perusahaan A berkomitmen untuk mengurangi penggunaan kemasan
berbahan plastik dan secara gradual/bertahap menggantinya dengan kemasan yang
ramah lingkungan.
3. Community/Komunitas/Organisasi
Dalam skema Penta Helix, komunitas/organisasi amatlah
penting atas beberapa sebab, diantaranya :
- Memiliki kemandirian, mulai dari inisiatif hingga pendanaan
- Biasanya memiliki satu atau beberapa bidang garapan yang menjadi titik fokus sekaligus musabab dari terjadinya perikatan hingga komunitas/organisasi itu menjadi ada
Sebagai contoh, sebut saja Bandung Creative City Forum
(BCCF), yang anggotanya terdiri dari para profesional di berbagai bidang yang
dengan senang hati berkegiatan dalam beragam program yang bertujuan memberi
kemajuan bagi Kota Bandung.
Dalam beberapa tahun silam, misalnya, BCCF fokus menggarap
sebuah kawasan bernama Blok Tempe yang terkenal kumuh, dihuni oleh sejumlah
penganggur dan lain sebagainya. Seiring waktu berjalan, pasca sejumlah hal
dilakukan, mulai dari menggelar beragam lomba seperti melukis dinding rumah
tetangga, membuat sumur resapan, mengelola sampah secara cerdas dan lain
sebagainya, kini Blok Tempe mampu mengelola air bersih sendiri, sampah sendiri,
asuransi kesehatan sendiri dan lain-lain.
Melalui skema Penta Helix, dalam ranah inilah para pemuda
berada dan bisa berdaya-guna. Berbekal ide-ide segar serta kondisi fisik yang
bugar, oleh pemuda yang tergabung dalam komunitas/organisasi, maka perubahan
bisa digelar.
Baca juga : Ekonomi Biru untuk Kandangwesi Baru
4. Government/Pemerintah
Dalam skema Penta Helix, pemerintah bertugas sebagai
regulator atau pengatur. Berbekal luasnya cakupan wewenang serta anggaran dalam
jumlah besar, maka pemerintah wajib memastikan bahwa segala produk regulasi
serta manajemen anggaran yang dilakukan mengarah pada tujuan pembangunan.
Adapun sasaran dari tujuan pembangunan tersebut tentu
haruslah seluruh anak bangsa, bukan salah satu atau segelintir saja. Dan alih-alih
berlawanan, item-item yang dijadikan program utama dalam pembangunan haruslah
selaras dengan kebutuhan.
Dalam wujud regulasi, misalnya, ketika area serapan air
bagi Kota Bandung di sekitar Lembang hampir habis oleh pembangunan hotel, villa
dan lain sebagainya, maka Pemerintah Kota Bandung menerbitkan Peraturan
Walikota yang melarang penerbitan Izin Membuat Bangunan di sekitar wilayah
tersebut.
Atau dalam wujud pembangunan fisik, misalnya, ketika air
menjadi syarat mutlak bagi kegiatan ekonomi para penggarap sawah yang jumlahnya
lebih dari separuh total penduduk yang bermukim di suatu wilayah, maka program
pengairan dengan beragam cara wajib diprioritaskan. Bukan sebaliknya, membangun
Gedung Olahraga di sebuah wilayah yang urgently perlu air bersih atau membangun
Pasar Induk di sebuah wilayah dengan penduduk kurang dari 10 orang.
5. Media
Dalam skema Penta Helix, beranjak dari kesadaran bahwa era
yang kini dialami adalah era informasi, maka media amat penting sebagai agen
promosi yang bertugas mempengaruhi persepsi publik atas sesuatu hal.
Baik-buruknya sesuatu, atau benar-salahnya sebuah tindakan, hanya akan ramai
diperbincangkan oleh banyak orang ketika media mem-blow up nya menjadi berita.
Pada masa lalu, peristiwalah yang bisa menghasilkan berita.
Sedangkan kini, justru beritalah yang menghasilkan peristiwa, sedemikian rupa hingga
seterusnya terjadi dalam sebuah pola peristiwa-berita-peristiwa
baru-berita baru-peristiwa baru lagi dan seterusnya, yang dengan kata lain terdiri
dari tesis-antitesis-sintesis atau dialektika.
Framing / Cara Kemas oleh media atas suatu hal adalah kunci atas
semua itu. Maka, ketika misalnya pertambahan jumlah wisatawan di sebuah objek
wisata di sebuah lokasi terpencil menjadi tujuan, maka dalam skema Penta Helix,
media wajib dilibatkan.
Tanpa terlibatnya media, kini nampaknya sulit bagi suatu
misi atau tujuan tertentu untuk populer dan mengundang partisipasi dari banyak
kalangan. Alih-alih demikian, upaya pewujudan misi itu justru hanya akan dilalui
olangan.
Di
atas semua itu, kunci suksesnya penerapan skema Penta Helix dalam sebuah misi, program
atau tujuan, terdiri dari 3 (tiga) tahap yang mesti dijalani oleh kelima aktor tadi,
yakni Connect (Saling Terhubung), Collaborate (Saling Berkolaborasi) dan Commerce (Saling Memberi Dampak Komersil).
Kini,
ketika Bungbulang masih dirasa gini-gini
aja, Anda tinggal menilai, sudah sampai di tahap manakah kelima aktor dalam
skema Penta Helix di wilayah Bungbulang tadi berada?
Jika
connect saja belum, jangan harap kita
bisa collaborate apalagi commerce. Oleh karenanya, mengeluh dan menyalahkan
pemuda/i Bungbulang tanpa ikut serta turun tangan menjalin connectivity di antara para aktor dalam skema Penta Helix guna melahirkan
collaboration dan apalagi commercialization tadi, saya kira
bukanlah sikap yang dewasa.
Mari berkolaborasi dengan ikut serta mendukung pembangunan kawasan Agro-Techno Park Kandangwesi. Baca selengkapnya di : Bersama Raksa Bumi, Bangun Kandangwesi
Penulis: Yoga Prayoga
Penulis: Yoga Prayoga
Sangat membatu buat wilayah bungbulang banyak PR dari berbagai kalangan. Intina mah pa aing aing.
BalasHapus