Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena Brain Drain di Indonesia

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan secara lengkap mengenai Brain Drain sebagaimana telah ditulis pada artikel sebelumnya yaitu KEMBALIKAN dan Upaya Mencegah Brain Drain.

Bagi yang belum membaca artikel sebelumnya, silakan dibaca terlebih dahulu.

Brain Drain merupakan suatu fenomena yang merujuk pada migrasi intelektual. Istilah ini muncul pada akhir 1960-an, dan pertama kali diperkenalkan oleh British Royal Society ketika menjelaskan fenomena arus keluar ilmuwan dan teknolog ke Amerika dan Kanada pada tahun 1950-an dan awal 1960-an, dan kemudian diartikan sebagai berkurangnya sumber daya intelektual dan teknis. [1]
fenomena brain drain di indonesia

Sedangkan Roskilde University menjelaskan bahwa fenomena dari keluarnya profesional berpendidikan tinggi ke negara lain yang memberikan penghasilan lebih tinggi dan kehidupan lebih baik atau peluang karir. [2]

Penjelasan tersebut memberikan pengertian bahwa Brain Drain yang ditujukan pada migrasi kaum terampil atau profesional atau intelektual (skilled migrant). Pengertian skilled migrant menurut Todisco et al, termasuk di dalamnya ilmuwan dan peneliti, konsultan internasional, manajer, seniman, artis, operator, atlet, pekerja dengan kualifikasi khusus, personil militer, dan mahasiswa. Fenomena Brain Drain sampai sekarang masih terus berlangsung. UNESCO melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 10ribu ilmuwan bermigrasi dari negara berkembang ke negara-negara maju.[3]


Pengertian Brain Drain

Andres Solimano dalam bukunya berjudul “International Migration in the Age of Crisis and Globalization” dijelaskan Brain Drain adalah berpindahnya sumber daya manusia yang berkualitas dari negara miskin ke negara-negara kaya, atau dari pinggiran ke negara-negara inti dalam ekonomi dunia, yang menyebabkan kerugian untuk negara asal.[4]

Brain Drain atau Human Capital Flight dapat diartikan sebagai berpindahnya tenaga kerja terdidik atau tenaga ahli dari negara asal menuju negara lain. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi sebagian besar negara berkembang di dunia. Terjadinya Brain Drain tentunya membawa dampak yang tidak sedikit, seperti kondisi kurangnya tenaga kerja terdidik di negara asal, serta berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Fenomena Brain Drain di Indonesia

Bagi lndonesia, fenomena Brain Drain diperkirakan mulai terjadi sejak 1980. Perkembangannya meningkat di tahun 1990-an, ketika Habibie mulai mengirimkan remaja-remaja potensial ke luar negeri. 

Pada saat yang sama, Amerika mengalami masa keemasan ekonomi dan memberikan kebijakan gaji tinggi dan berbagai insentif seperti green card bagi pekerja imigran yang ahli dan berprestasi, serta peningkatan anggaran bagi kampus-kampus. 

Kebijakan tersebut menjadi daya tarik bagi para mahasiswa Indonesia untuk menetap dan bekerja di sana. Kemudian ketika krisis pada tahun 1998-an, banyak mahasiswa yang sudah lulus sekolah memilih bertahan di luar negeri, daripada kembali ke Indonesia yang saat itu belum menjanjikan kejelasan masa depan.

Contoh dari fenomena Brain Drain terjadi pada SDM di Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) di mana mereka disekolahkan ke luar negeri dan dididik untuk menjadi ahli pesawat terbang, ahli pemetaan, ahli satelit dan ahli telekomunikasi. 

Brain Drain-nya terjadi ketika Indonesia merestrukturisasi Badan Pengelola Industri Strategis atas perintah IMF pada 1998 sehingga mereka menjadi penganggur, dan kemudian menyebar ke Jerman, Malaysia, Brasil, Turki, dan Timur Tengah.[5]

Jumlah SDM Indonesia yang sekolah dan bekerja di luar negeri tidak diketahui secara pasti. Diperkirakan terdapat 50 ribu orang mahasiswa yang belajar di luar negeri, sedangkan jumlah ilmuwan lndonesia yang bekerja di luar negeri ditaksir mencapai angka ratusan orang. 

Bahkan menurut BJ Habibie, BPlS sebelum restrukturisasi pernah memiliki 45.000 ilmuwan di bidang pesawat dan perkapalan, tetapi kini tinggal 3.000-an yang ada di Indonesia.


Karakteristik Brain Drain 

Analisis karakteristik brain drain pada SDM lndonesia dapat dilihat pada bagaimana proses terjadinya Brain Drain, spesialisasi atau ciri khas keilmuan, dan sumbangannya bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Karakteristik proses terjadinya Brain Drain terjadi melalui tiga cara utama, yaitu:

  1. Mereka ke luar negeri untuk sekolah tetapi tidak kembali. 
  2. Mereka ke luar negeri untuk sekolah dan bekerja sementara waktu.
  3. Sengaja ke luar negeri.

Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain

Bila Brain Drain bermakna hilangnya potensi Sumber Daya Manusia, Brain Gain justru berarti diperolehnya hasil, baik materil maupun immateril, oleh suatu negara, dari Sumber Daya Manusia berkualitas yang ia miliki.

Dalam rangka mendukung pembangunan, banyak negara menerapkan strategi untuk mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain. Untuk menjalankan strategi tersebut hal yang mendasar adalah bagaimana mengembangkannya ke dalam berbagai kebijakan, seperti seperti kebijakan penelitian dan pengembangan. 

Dalam pengembangan penelitian, misalnya, harus secara serius melaksanakan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yaitu suatu kerjasama yang melibatkan akademisi, pengusaha dan pemerintah serta pelaku-pelaku lainnya. 

Melalui SIN ini maka ilmuwan yang berada di luar negeri dilibatkan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan produk dan jasa yang dibutuhkan pengusaha melalui bentuk kerjasama, atau pemerintah meningkatkan anggaran penelitian yang diarahkan pada keahlian ilmuwan yang ada di luar negeri yang kemudian hasilnya dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha. 

Selain hal diatas, untuk mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain adalah dengan meningkatkan jejaring ilmuwan. Melalui jejaring ilmuwan maka akan terbentuk komunikasi antara ilmuwan di dalam negeri dengan luar negeri sehingga antar mereka dapat saling berbagi pengalaman dan ilmu, dan pada akhirnya akan mendorong pengembangan IPTEK ditanah air.[6]


Penulis : Dzikri Khasnudin

Referensi:

[1] John Gibson, David McKenzie. 2010. The Economic Consequences of Brain Drain of the Best and Brightest: Microeconomic Evidence from Five Countries. Discussion Paper Series No.5124 IZA.
[2] Enrico Todisco. 2003. Skilled Migration: a Theoritical Framework and Case of Foreign Researchers in Italy. Fulgor Vol. 1. No. 3.
[3] Anonim. From Brain Drain to Gain Drain. Education Today, No.18.
[4] Andres Solimano. 2010. International Migration in the Age of Crisis and Globalization. Historical and Recent Experiences. Cambridge University Express.
[5] Iwan Godar Himawan. 2010. Mencegah Brain Drain. (https://news.okezone.com/read/2010/02/10/58/302132/mencegah-brain-drain). Di akses 3 November 2018)
[6] Asep Ahmad S. 2012. Fenomena Brain Drain Pada Sumber Daya Manusia Indonesia. Kajian Vol.17 No.2. 

Posting Komentar untuk "Fenomena Brain Drain di Indonesia"