Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saya dan Pancasila


saya dan pancasilaSaya seorang muslim. Namun enggan pro terhadap ide tentang Negara Agama sekaligus kontra terhadap ide tentang Negara Anti Agama. Karenanya, bagi saya, Arab Saudi sama sekali tak menarik, sama memuakkannya seperti Sovyet di era Lenin atawa Stalin. Dengan demikian, barangkali saya memang seorang yang Sekuler, seorang yang menghendaki agar Agama tetap menjadi urusan private, tanpa pernah akan mengizinkannya masuk ke dalam ranah publik, kecuali teruntuk spiritnya yang memang bersifat universal.

Saya seorang penganut paham Nasionalisme/Kebangsaan di satu sisi, tetapi pula merasa cocok dengan paham Humanisme/Kemanusiaan di sisi lain. Nampak kontradiktif memang. Namun yang pasti, hati saya ikut bergetar atas 2 hal :

  1. Kala Cristiano Ronaldo memeluk-cium bendera bangsanya dalam ajang Piala Eropa kemarin; dan 
  2. Kala bintang sepak bola Portugal itu mendonasikan sebagian hartanya demi membantu anak-anak di Gaza, Palestina, suatu bangsa yang amat berlainan dalam banyak hal termasuk dalam hal agama, dengan dirinya. 

Sebaliknya, tinju saya terkepal kala mendengar laku keji Hitler melalui Nazi atas nama Deutchland Uber Alles (Jerman di atas segala-galanya/Chauvinisme), sama seperti panasnya hati ini terhadap Zionisme yang dilakukan oleh sebagian kalangan Yahudi di Tepi Barat. 

Pendek kata, dalam hal ini, saya berlaku sebagai seorang pengagum Gandhi, Bapak Kebangsaan India, yang pernah berujar bahwa 'My Nationalism is Humanism'.

Saya seorang yang pro Liberalisme, meski di sisi lain, dalam derajat tertentu, justru benci terhadap Kapitalisme, suatu ide yang menjadi buah kandung dari Liberalisme itu sendiri, suatu ide yang sejak mula telah memaklumkan adanya hukum rimba di dalam perekonomian.

Karenanya, beberapa hal baik dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika, terutama yang berkaitan dengan gagasan Egalitarianisme/Kesetaraan (baik di hadapan hukum dll) dapat saya terima, seperti halnya beberapa hal baik dari Manifesto Komunis, terutama yang berkaitan dengan cita-cita keadilan sosial-ekonomi saya junjung pula.

Beruntungnya, saya tinggal di Indonesia, ketika pengetahuan mengenai semua itu bisa diakses kapan saja.

Kebetulannya, bila dihayati secara betul, ternyata seluruh prinsip-prinsip yang saya anut itu telah terangkum sejak lama, dalam sebuah konsepsi bernama Pancasila, idiologi bangsa yang sempat saya pandang sebelah mata, sebab terlanjur nampak identik dengan suatu rezim penyiksa.

Sedihnya, mengapa kesadaran ini baru muncul sejak beberapa hari kemarin, 5 tahun sejak terakhir kali saya ikuti kelas Pendidikan Kewarganegaraan di SMA.

Penulis: Yoga Prayoga

Posting Komentar untuk "Saya dan Pancasila"