Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Buku: Potret 'Bumi Manusia' Masa Kini

Judul Buku      : Bumi Manusia 
Pengarang      : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit          : Lentera Dipantara
Tahun Terbit    : 1980
Halaman         : 550 Halaman
Dimensi          : 13x20 cm                        
resensi buku bumi manusia
 "Aku lebih mempercayai ilmu-pengetahuan, akal.  
Setidak-tidaknya padanya ada kepastian yang bisa dipegang.(BM, Hal. 16)"
            
Tiga setengah dasawarsa yang lalu roman Bumi Manusia dilahirkan untuk mempertajam wawasan masyarakat. Akan tetapi, Jaksa Agung malah memberangus roman Bumi Manusia dari mata masyarakat Indonesia, dengan alasan terdapat paham Marxis dan Leninis padahal di dalamnya malah sebaliknya terdapat paham Nasionalisme yang begitu gigih. 

Maka, kini roman Bumi Manusia kembali hadir ditengah-tengah masyarakat, yang kemunculannya menimbulkan suatu polemik. 

Polemik tersebut mengenai pengangkatan roman Bumi Manusia kedalam film, dimana polemik berupa sindiran keras dari para sastrawan kepada sutradara, karena para sastrawan tidak ingin roman Bumi Manusia hanya dicitrakan dari sisi romantisismenya saja untuk kepentingan komersil, melainkan harus mencitrakan dari sisi yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaannya, sesuai isi cerita.

Sebagaimana hakikatnya manusia, manusia itu sama derajatnya di hadapan Tuhan. Akan tetapi, bagaimana dan apa jadinya bangsa pribumi yang sejatinya manusia tanpa ilmu pengetahuan, sedangkan manusia yang lahir sebagai bangsa Eropa mereka berilmu pengetahuan? 

Maka dampak realitas sosialnya bangsa pribumi dianggap hina dan rendah martabat kemanusiaannya oleh bangsa-bangsa Eropa. 

Akan tetapi, dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan dikalangan bangsa Pribumi, menjadikan bangsa pribumi di hormati dan di hargai oleh bangsa Eropa. Mungkin seperti itulah, gambaran yang ingin disampaikan oleh roman Bumi Manusia.

Roman Bumi Manusia adalah bagian pertama dari roman Tetralogi Buru. Roman Tetralogi Buru terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.

Tetralogi Buru tersebut merupakan roman sejarah, dimana mengambil latar belakang akhir abad 19 dan awal abad 20, yakni pada tahun 1898 sampai dengan tahun 1918 . 

Dikarang oleh seorang sastrawan terkemuka, pengarang produktif, sekaligus disebut juga sebagai Albert Camus-nya Indonesia karena keberaniannya menentang ketidakadilan, beliau adalah Pramoedya Ananta Toer, kelahiran Blora pada tahun 1928.

Roman Bumi Manusia menceritakan seorang terpelajar pribumi yang cerdas dan mahir dalam menulis, ia yang bernama Minke. 

Minke adalah seorang anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan seorang Ibu dan Ayah yang beradab jawa dari golongan priyayi, ayahnya merupakan seorang bupati B.. 

Nama Minke sendiri adalah nama panggilan dari gurunya, Meneer Ben Roseboom sewaktu Minke masih sekolah di tingkat E.L.S., karena waktu itu Minke terlalu bodoh, tidak mengerti bahasa Belanda. Sehingga guru Meneer Ben Roseboom kesal dan membentaknya dengan perkataan "Monk ... Minke.", sedangkan nama Minke sendiri tidak diketahui siapa nama aslinya. 

Minke sebagai tokoh utama adalah tokoh fantasi dari Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo (1880-1918), seorang tokoh pers sekaligus tokoh kebangkitan nasional Indonesia, yang dikenal sebagai perintis surat kabar dan kewartawanan nasional Indonesia.

Bagi orang-orang yang hidup ataupun yang berkewarganegaraan tulen Indonesia, tentunya roman Bumi Manusia wajib dibaca dan dikaji. Sebab di dalam ceritanya, memberikan cerminan kepada orang-orang Indonesia, dimana pada zaman Kolonial Belanda orang-orang Indonesia martabatnya dianggap rendah dan hina. 

Seperti pada kutipannya yang tersirat "Meener Rooseboom melotot menakutkan, membentak: Diam kau, Monk . . . . 'Minke'. (Hal. 51)." Kutipan tersebut menyiratkan bagaimana Pramoedya Ananta Toer menggambarkan tokoh utama dengan nama fantasi Minke (Mingke) plesetan dari kata Monkey (Mangki=Monyet). 

Hal tersebut sesuai dengan keasaan dimana pada abad 19 kebelakang, orang-orang Indonesia belum mengetahui apa yang disebut Ilmu Pengetahuan.

Oleh karena itu, pada akhirnya dengan membaca roman Bumi Manusia, orang-orang Indonesia akan berterima kasih kepada generasi-generasi terdahulu yang sudah memperjuangkan dan memerdekakan Indonesia dengan Ilmu Pengetahuan, karena pada hakikatnya Ilmu Pengetahuanlah yang memberikan dampak signifikan terhadap tercapainya bangsa Indonesia untuk maju dan merdeka.***

Resensator: Hadiana (Siswa SMAN 7 Garut)

5 komentar untuk "Resensi Buku: Potret 'Bumi Manusia' Masa Kini"