Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menempuh Studi sambil Digaji. Mungkin Gak Sih?

Ke depan, kita akan memasuki era Revolusi Industri Jilid 4, dimana Ekonomi Inovasi yang berbasis pada kualitas Sumber Daya Manusia, bukan kuantitas Sumber Daya Alam, menjadi penunjang utama atas maju-mundurnya suatu bangsa.

Terhadap itu, tentu kita perlu melakukan persiapan, salah satunya dengan menjamin bahwa generasi mendatang, baik yang berasal dari kalangan keluarga kaya maupun miskin, bisa memperoleh pendidikan terbaik.
Land Grant Universities

Dalam praksisnya, hal itu mutlak memerlukan dana besar. Upaya pemerintah dalam mewujudkan visi 'Education For All' telah dan masih dilakukan. Sebut saja dengan 'Beasiswa Bidik Misi' dan LPDP yang bergulir sejak masa SBY serta Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang digagas Jokowi, misalnya.

Namun demikian, hal itu tetap saja belum cukup. Sebab setelah dibantu dengan beasiswa yang berasal dari CSR berbagai perusahaan pun, pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi, tetap terasa berat di kantong keluarga dengan pendapatan kurang dari 5 juta per bulan.

Hal serupa, pernah dialami oleh Amerika pada 1800-an. Meski menganut Liberalisme yang mengandaikan persaingan antar individu dalam berbagai aspek kehidupan, urusan pendidikan mereka kecualikan. Sebab mereka sadar, kompetisi yang kompetitif dalam alam Liberalisme barulah bisa dianggap 'fair' ketika semua orang memulai lomba itu dari garis 'start' yang sama. Jika 10 adalah sukses, maka Amerika berupaya mengantarkan rakyatnya menuju 5, agar jarak menuju 10 menjadi tak terlampau jauh. Dan salah satu aspek dari 'mengantar rakyat menuju garis start yang sama' itu adalah dengan memberikan pendidikan yang merata bagi seluruh anak bangsa.

Beranjak dari hal tersebut, maka kemudian mereka bersepakat atas Land Grant, suatu kebijakan untuk memberikan hak guna usaha berupa tanah yang luas bagi berbagai universitas agar mampu memperoleh pendanaan tambahan di luar pungutan yang diberlakukan bagi para orang tua mahasiswa.

Hasilnya, lebih dari 100 tahun sejak Land Grant diberlakukan, kini jumlah beasiswa yang tersedia di berbagai Universitas di Amerika jauh melebihi jumlah kaula muda yang hendak memasuki masa perkuliahan di sana. Adapun hal tersebut, dimungkinkan karena masing-masing Universitas yang memperoleh fasilitas Land Grant telah mampu mengelola lahan yang demikian luas yang telah diberikan oleh negara untuk sebesar-besarnya keuntungan para Civitas Academica.
Land Grant Universities
Di Indonesia, pola semacam Land Grant itu sejatinya telah berlangsung lama. Bedanya, jika di Amerika lahan tersebut diperoleh melalui tangan negara, di Indonesia justru berasal dari kemurahan hati para kiai / ulama, yang merelakan tanah-tanah miliknya dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya keuntungan Pesantren yang mereka bina, yang pada gilirannya bisa membuat santri fokus ber-thalabul ilmi tanpa perlu khawatir telat mendapat transfer uang, baik dari Ummy maupun Aby.

Saya tak tau, mungkinkah hal semacam Land Grant di Amerika ini bisa diberlakukan di Indonesia atau tidak. Satu yang pasti adalah bahwa berkuliah sambil mesti berpikir besok mau makan apa, sungguh sangatlah menyiksa.

Penulis: Yoga Prayoga. Dapat ditemukan di Instagram @prayoga.id.ea

Posting Komentar untuk "Menempuh Studi sambil Digaji. Mungkin Gak Sih?"