Ir.Soekarno
Ia kini amat tersohor, dalam selembar uang kertas ratusan ribu, nama jalan, dan bahkan gedung – gedung tertera namanya. Di Bangkok, tubuhnya diukir dalam sebuah patung sebagai bentuk penghormatan oleh mus Madame Tussauds kepadanya sebagai proklamator dan peranannya di dunia internasional selama menjabat sebagai presiden.
Hanya sedikit yang kita ingat tentang dirinya, sejumput kenangan dalam buku sejarah para pahlawan. Ia merupakan proklamator, pahlawan bangsa, dan founding father atau bapak bangsa Indonesia.
Banyak sekali kisah heroiknya yang kini diabadikan dalam lembar buku sejarah. Kisah hidupnya pun sudah bukan menjadi rahasia umum, tidak terkecuali dengan kisah cintanya. Yang masih melekat dalam ingatan adalah tentang peristiwa Rengasdengklok hari jum’at pukul delapan di jalan pegangsaan timur no. 56, dimana ia dengan lantang dan berani mengumumkan kemerdekaan pada seluruh dunia.
Ia adalah cerminan jiwa muda sesungguhnya, tak ada kata lelah, menyerah atau pasrah. Ia adalah sosok yang mampu menyulut api semangat juang para pemuda. Ia selalu menyuarakan tentang kemerdekaan yang selama ratusan tahun terpendam dalam ketakutan.
Tak takut akan apa yang akan terjadi, meski tahanan atau pengasingan adalah balasan dari lantangnya menyuarakan kemerdekaan pada bangsa Indonesia oleh para kolonial Belanda yang pada saat itu menguasai atas hak negeri ini.
Di ruangan yang suram itu ia habiskan waktunya dengan membaca dan menulis, sosok yang amat rajin dan pandai dalam menimba ilmu.
Seperti apa yang dikatakannya dalam Pidato HUT Proklamasi 1963 yang berbunyi:
“Kita bangsa yang besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan meminta–minta apalagi jika bantuan–bantuan itu diembel–embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak”.
Ia amat sngat menginginkan agar bangsa Indonesia tidak tinggal diam oleh penjajahan. Bukan berarti bangsa kita mau dan tidak peduli akan nasibnya, tapi agar kita tidak diam oleh ketakutan dan ancaman dari manapun, karena kita bukan bangsa yang lemah,apalagi bangsa yang mau ditindas haknya oleh bangsa lain.
Hari ini, adalah contoh dari diamnya kita sebagai bangsa akan penjajahan, dari mulai sumber daya hingga tenaga kerja kita dinikmati oleh bangsa luar.
Itu karena kita masih buta, bukan buta huruf seperti nenek moyang kita dulu, tapi buta akan realita yang harus dijalani. kita belum merdeka karena pikiran kita juga tak mau dimerdekakan dengan ilmu.
Kita menganggap masa-masa sulit seperti dahulu telah usai,hingga berpikir tak perlu lagi kerja keras dalam menimba ilmu dan wawasan karena tak ada yang akan membodohi kita lagi seperti dulu.
Kita salah besar, nyatanya sekarang kita masih dibodohi, segala yang kita miliki tak bebas kita nikmati. Kekayaan kita tak semua kita miliki seutuhnya, kemakmuran perekonomian tak sebebasnya kita dapatkan dan rasakan.
Itulah mengapa Bapak Soekarno sangat menekankan pada kita agar tidak diam dalam kemerdekaan, agar kita mau ikut berjuang memerdekakan negeri ini, baik sekarang ataupun nanti.
Karya: Febriyani Nurida (Jurnalistik SMAN 7 Garut)
Hanya sedikit yang kita ingat tentang dirinya, sejumput kenangan dalam buku sejarah para pahlawan. Ia merupakan proklamator, pahlawan bangsa, dan founding father atau bapak bangsa Indonesia.
Banyak sekali kisah heroiknya yang kini diabadikan dalam lembar buku sejarah. Kisah hidupnya pun sudah bukan menjadi rahasia umum, tidak terkecuali dengan kisah cintanya. Yang masih melekat dalam ingatan adalah tentang peristiwa Rengasdengklok hari jum’at pukul delapan di jalan pegangsaan timur no. 56, dimana ia dengan lantang dan berani mengumumkan kemerdekaan pada seluruh dunia.
Ia adalah cerminan jiwa muda sesungguhnya, tak ada kata lelah, menyerah atau pasrah. Ia adalah sosok yang mampu menyulut api semangat juang para pemuda. Ia selalu menyuarakan tentang kemerdekaan yang selama ratusan tahun terpendam dalam ketakutan.
Tak takut akan apa yang akan terjadi, meski tahanan atau pengasingan adalah balasan dari lantangnya menyuarakan kemerdekaan pada bangsa Indonesia oleh para kolonial Belanda yang pada saat itu menguasai atas hak negeri ini.
Di ruangan yang suram itu ia habiskan waktunya dengan membaca dan menulis, sosok yang amat rajin dan pandai dalam menimba ilmu.
Seperti apa yang dikatakannya dalam Pidato HUT Proklamasi 1963 yang berbunyi:
“Kita bangsa yang besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan meminta–minta apalagi jika bantuan–bantuan itu diembel–embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak”.
Ia amat sngat menginginkan agar bangsa Indonesia tidak tinggal diam oleh penjajahan. Bukan berarti bangsa kita mau dan tidak peduli akan nasibnya, tapi agar kita tidak diam oleh ketakutan dan ancaman dari manapun, karena kita bukan bangsa yang lemah,apalagi bangsa yang mau ditindas haknya oleh bangsa lain.
Hari ini, adalah contoh dari diamnya kita sebagai bangsa akan penjajahan, dari mulai sumber daya hingga tenaga kerja kita dinikmati oleh bangsa luar.
Itu karena kita masih buta, bukan buta huruf seperti nenek moyang kita dulu, tapi buta akan realita yang harus dijalani. kita belum merdeka karena pikiran kita juga tak mau dimerdekakan dengan ilmu.
Kita menganggap masa-masa sulit seperti dahulu telah usai,hingga berpikir tak perlu lagi kerja keras dalam menimba ilmu dan wawasan karena tak ada yang akan membodohi kita lagi seperti dulu.
Kita salah besar, nyatanya sekarang kita masih dibodohi, segala yang kita miliki tak bebas kita nikmati. Kekayaan kita tak semua kita miliki seutuhnya, kemakmuran perekonomian tak sebebasnya kita dapatkan dan rasakan.
Itulah mengapa Bapak Soekarno sangat menekankan pada kita agar tidak diam dalam kemerdekaan, agar kita mau ikut berjuang memerdekakan negeri ini, baik sekarang ataupun nanti.
Karya: Febriyani Nurida (Jurnalistik SMAN 7 Garut)
Mantap cogggg
BalasHapus